UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan-6/

UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan-5/

UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan-4/

UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan-3/

UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan-2/

UU, Aturan dan Ketertiban Berkendaraan

Negara kita memiliki undang-undang yang sangat lengkap dan bisa dikatakan sangat detail baik secara kejelasan dalam penjelasannya maupun penekanan.


Namun dengan undang-undang yang super ketat dan penuh dengan detail apakah akan menyurutkan niat seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran?


Kecelakaan dan pelanggaran tetap terjadi baik didepan mata penegak hukum maupun kucing-kucingan antara penegak hukum dengan pelaku pelanggaran.


Sedangkan dibeberapa negara, undang-undang tidak seberapa detail, malahan bisa dikatakan sangat sederhana. Banyak orang takut melakukan pelanggaran bagaikan melihat hantu didepan mata, walaupun hantu tersebut tidak tampak.


Sebagai contoh sederhana. Di Indonesia, pengendara motor wajib menggenakan helm ber SNI (dengan penekanan), menggunakan GPS pada handphone kecuali GPS portable. Sedangkan di Amerika hanya mewajibkan menggunakan kaca mata hitam di siang hari dan menggunakan kaca mata bening dimalam hari. Namun kecelakaan di Indonesia mayoritas sering terjadi dan sampai meregang nyawa.


Kita sering melihat kendaraan menabrak pembatas jalan atau sisi lain dari jalan raya. Kecelakaan akan memberikan vonis kepada dinas terkait karena salah memasang perangkat. Jika dilihat pada saat awal pemasangan kondisi sesuai dengan aturan, namun setelah beberapa kali kecelakaan akan menjadi pembatas asal jadi.


Di Indonesia mungkin kita bisa melihat banyak polisi yang harus mengatur lalu lintas, kadang kala untuk 1 jalur membutuhkan lebih dari 4 polisi, akan tetapi kesemrawutan selalu tidak dapat dihindari. Baagaimana di negara lain, sebuah perempatan hanya diatur oleh seorang polisi yang berdiri ditengah-tengah perempatan. Kadang kala mereka sampai bertingkah bagaikan seorang penari untuk menghindari kejenuhan.


Mengapa bisa terjadi hal yang berbanding terbalik antara negara yang memiliki aturan yang lengkap banyak terjadinya pelanggaran, namun aturan sedikit memiliki tingkat pelanggaran yang rendah? Coba kita menelaah dari sebuah sejarah pendidikkan berlalu lintas.


Kita memiliki aturan bagi pengendaraan motor minimal berusia 17 tahun untuk mendapatkan surat mengemudi, namun ada uu (baca perjanjian) tidak tertulis dimana anak-anak sekolah diberikan kompensasi berkendaraan sendiri untuk tujuan kesekolah. Sedangkan negara yang tertib lalu lintas akan selalu memberikan seseorang berkendaraan setelah lolos dari ujian berkendaraan.


Di Indonesia orang bisa belajar berkendaraan dahulu dengan aturan sesuai dengan yang mereka anggap benar, baru dapat mengikuti ujian tulis dan praktek. Sedangkan dibeberapa negara, sebelum seseorang belajar mengemudi, maka orang tersebut harus lulus ujian tulis yang didalamnya mengandung aturan-aturan berlalu lintas, setelah mereka lulus ujian tulis maka akan diberikan surat ijin sementara untuk latihan berkendaraan dengan didampingi oleh orang yang telah memiliki surat mengendarai kendaraan. Setelah merasa mampu, maka mereka bisa mengambil ujian praktek.


Di Indonesia jalur memiliki banyak pengecualian, seperti aturan sederhana, dimana sebuah jalur memiliki tanda perboden atau dilarang masuk, namun dibawahnya akan tertulis KECUALI SEPEDA MOTOR. Sehingga membuat orang akan selalu berasumsi tanda dilarang masuk hanya berlaku bagi kendaraan roda 4. Negara lain memiliki aturan baku, dilarang masuk ya pasti dilarang masuk bagi siapa saja.


Penegak hukum pun banyak yang tidak memahami aturan yang mereka miliki. Sehingga sering terjadi timpang tindih. Kadang kalanya memang mempermudah agar proses mempercepat penguraian lalu lintas, namun akan mejadi kebiasaan yang legal bagi pengendara atas kompensasi pelanggaran. Semisal, diarahkan sepeda motor barbaris didepan lampu traffic, sehingga menjadi kebiasaan bagi pengendara untuk menumpuk diarea berbahaya tersebut.


Kembali ke cerita kecelakaan terhadapat beton pemisah daripada jalan 2 arah. Banyak pengendara yang menyatakan tidak melihat pembatas jalan tersebut pada saat terjadi kecelakaan, sehingga penjadi kesalahan bagi dinas terkait atas pemasangan tersebut. Memang kita sering melihat beton pembatas lambat laun berubah karena hancur atau rusak karena terbentur kendaraan yang melintas. Apakah menjadi kesalahan dari beton pembatas?


Seandainya seseorang mengetahui aturan seperti garis tanpa putus ditengah jalan, berarti seseorang tidak boleh melewati pembatas tersebut, seandai orang mentaat aturan tersebut maka orang tersebut tidak pernah berhadapan secara langsung dengan beton pemisah (beton pemisah berada di garia tersebut). Bagaimana dengan kendaraan yang menabrak beton tersebut? Sering menjadi hancur berkeping-keping karena mereka berkendaraan melebihi kecepatan maximal dari batas atas berkendaraan.


Mari tertib berlalu lintas untuk menjadi manusia yang tertib. Mari kita membuat aturan yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan tertentu.


Sederhana itu indah.





https://gdeherman.info/uu-aturan-dan-ketertiban-berkendaraan/

Denpasar, Bali, Indonesia
hanya orang biasa yang ingin berpikir secara logis dan sederhana